Rabu, 07 Juli 2010
Kisah Nyata, Dari Seorang OB sampai menjadi Vice President
22.09 | Diposting oleh
Abdur Rochman |
Edit Entri
Sungguh sebuah karunia yang luar biasa bagi saya bisa bertemu dengan seorang yang memiliki pribadi dan kisah
menakjubkan. Dialah Houtman Zainal Arifin, seorang pedagang asongan, anak jalanan, Office Boy yang kemudian
menjadi Vice President Citibank di Indonesia. Sebuah jabatan Nomor 1 di Indonesia karena Presiden Direktur Citibank
sendiri berada di USA. Tepatnya 10 Juni 2010, saya berkesempatan bertemu pak Houtman. Kala itu saya sedang
mengikuti training leadership yang diadakan oleh kantor saya, Bank Syariah Mandiri di Hotel Treva International,
Jakarta. Selama satu minggu saya memperoleh pelatihan yang luar biasa mencerahkan, salah satu nya saya peroleh
dari Pak Houtman. Berikut kisah inspirasinya:
Sekitar tahun 60an Houtman memulai karirnya sebagai perantau, berangkat dari desa ke jalanan Ibukota. Merantau
dari kampung dengan penuh impian dan harapan, Houtman remaja berangkat ke Jakarta. Di Jakarta ternyata Houtman
harus menerima kenyataan bahwa kehidupan ibukota ternyata sangat keras dan tidak mudah. Tidak ada pilihan bagi
seorang lulusan SMA di Jakarta, pekerjaan tidak mudah diperoleh. Houtman pun memilih bertahan hidup dengan
profesi sebagai pedagang asongan, dari jalan raya ke kolong jembatan kemudian ke lampu merah menjajakan
dagangannya.
Tetapi kondisi seperti ini tidak membuat Houtman kehilangan cita-cita dan impian. Suatu ketika Houtman beristirahat di
sebuah kolong jembatan, dia memperhatikan kendaran-kendaraan mewah yang berseliweran di jalan Jakarta. Para
penumpang mobil tersebut berpakaian rapih, keren dan berdasi. Houtman remaja pun ingin seperti mereka,
mengendarai kendaraan berpendingin, berpakaian necis dan tentu saja memiliki uang yang banyak. Saat itu juga
Houtman menggantungkan cita-citanya setinggi langit, sebuah cita-cita dan tekad diazamkan dalam hatinya.
Azam atau tekad yang kuat dari Houtman telah membuatnya ingin segera merubah nasib. Tanpa menunggu waktu
lama Houtman segera memulai mengirimkan lamaran kerja ke setiap gedung bertingkat yang dia ketahui. Bila ada
gedung yang menurutnya bagus maka pasti dengan segera dikirimkannya sebuah lamaran kerja. Houtman
menyisihkan setiap keuntungan yang diperolehnya dari berdagang asongan digunakan untuk membiayai lamaran
kerja.
Sampai suatu saat Houtman mendapat panggilan kerja dari sebuah perusahaan yang sangat terkenal dan terkemuka
di Dunia, The First National City Bank (citibank), sebuah bank bonafid dari USA. Houtman pun diterima bekerja sebagai
seorang Office Boy. Sebuah jabatan paling dasar, paling bawah dalam sebuah hierarki organisasi dengan tugas
utama membersihkan ruangan kantor, wc, ruang kerja dan ruangan lainnya.
Tapi Houtman tetap bangga dengan jabatannya, dia tidak menampik pekerjaan. Diterimanyalah jabatan tersebut
dengan sebuah cita-cita yang tinggi. Houtman percaya bahwa nasib akan berubah sehingga tanpa disadarinya
Houtman telah membuka pintu masa depan menjadi orang yang berbeda.
Sebagai Office Boy Houtman selalu mengerjakan tugas dan pekerjaannya dengan baik. Terkadang dia rela membantu
para staf dengan sukarela. Selepas sore saat seluruh pekerjaan telah usai Houtman berusaha menambah
pengetahuan dengan bertanya tanya kepada para pegawai. Dia bertanya mengenai istilah istilah bank yang rumit,
walaupun terkadang saat bertanya dia menjadi bahan tertawaan atau sang staf mengernyitkan dahinya. Mungkin
dalam benak pegawai ”ngapain nih OB nanya-nanya istilah bank segala, kayak ngerti aja”. Sampai akhirnya Houtman
sedikit demi sedikit familiar dengan dengan istilah bank seperti Letter of Credit, Bank Garansi, Transfer, Kliring, dll.
Suatu saat Houtman tertegun dengan sebuah mesin yang dapat menduplikasi dokumen (saat ini dikenal dengan mesin
photo copy). Ketika itu mesin foto kopi sangatlah langka, hanya perusahaan perusahaan tertentu lah yang memiliki
mesin tersebut dan diperlukan seorang petugas khusus untuk mengoperasikannya. Setiap selesai pekerjaan setelah
jam 4 sore Houtman sering mengunjungi mesin tersebut dan minta kepada petugas foto kopi untuk mengajarinya.
Houtman pun akhirnya mahir mengoperasikan mesin foto kopi, dan tanpa di sadarinya pintu pertama masa depan
terbuka. Pada suatu hari petugas mesin foto kopi itu berhalangan dan praktis hanya Houtman yang bisa
menggantikannya, sejak itu pula Houtman resmi naik jabatan dari OB sebagai Tukang Foto Kopi.
Menjadi tukang foto kopi merupakan sebuah prestasi bagi Houtman, tetapi Houtman tidak cepat berpuas diri. Disela-
sela kesibukannya Houtman terus menambah pengetahuan dan minat akan bidang lain. Houtman tertegun melihat
salah seorang staf memiliki setumpuk pekerjaan di mejanya. Houtman pun menawarkan bantuan kepada staf tersebut
hingga membuat sang staf tertegun. “bener nih lo mo mau bantuin gua” begitu Houtman mengenang ucapan sang
staff dulu. “iya bener saya mau bantu, sekalian nambah ilmu” begitu Houtman menjawab. “Tapi hati-hati ya ngga boleh
salah, kalau salah tanggungjawab lo, bisa dipecat lo”, sang staff mewanti-wanti dengan keras. Akhirnya Houtman
diberi setumpuk dokumen, tugas dia adalah membubuhkan stempel pada Cek, Bilyet Giro dan dokumen lainnya pada
kolom tertentu. Stempel tersebut harus berada di dalam kolom tidak boleh menyimpang atau keluar kolom. Alhasil
Houtman membutuhkan waktu berjam-jam untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut karena dia sangat berhati-hati
sekali. Selama mengerjakan tugas tersebut Houtman tidak sekedar mencap, tapi dia membaca dan mempelajari
dokumen yang ada. Akibatnya Houtman sedikit demi sedikit memahami berbagai istilah dan teknis perbankan. Kelak
pengetahuannya ini membawa Houtman kepada jabatan yang tidak pernah diduganya.
Houtman cepat menguasai berbagai pekerjaan yang diberikan dan selalu mengerjakan seluruh tugasnya dengan baik.
Dia pun ringan tangan untuk membantu orang lain, para staff dan atasannya. Sehingga para staff pun tidak segan
untuk membagi ilmu kepadanya. Sampai suatu saat pejabat di Citibank mengangkatnya menjadi pegawai bank karena
prestasi dan kompetensi yang dimilikinya, padahal Houtman hanyalah lulusan SMA.
Peristiwa pengangkatan Houtman menjadi pegawai Bank menjadi berita luar biasa heboh dan kontroversial.
Bagaimana bisa seorang OB menjadi staff, bahkan rekan sesama OB mencibir Houtman sebagai orang yang tidak
konsisten. Houtman dianggap tidak konsisten dengan tugasnya, “jika masuk OB, ya pensiun harus OB juga” begitu
rekan sesama OB menggugat.
Houtman tidak patah semangat, dicibir teman-teman bahkan rekan sesama staf pun tidak membuat goyah. Houtman
terus mengasah keterampilan dan berbagi membantu rekan kerjanya yang lain. Hanya membantulah yang bisa
diberikan oleh Houtman, karena materi tidak ia miliki. Houtman tidak pernah lama dalam memegang suatu jabatan, sama
seperti ketika menjadi OB yang haus akan ilmu baru. Houtman selalu mencoba tantangan dan pekerjaan baru.
Sehingga karir Houtman melesat bak panah meninggalkan rekan sesama OB bahkan staff yang mengajarinya tentang
istilah bank.
19 tahun kemudian sejak Houtman masuk sebagai Office Boy di The First National City Bank, Houtman mencapai
jabatan tertingginya yaitu Vice President. Sebuah jabatan puncak citibank di Indonesia. Jabatan tertinggi citibank
sendiri berada di USA yaitu Presiden Director yang tidak mungkin dijabat oleh orang Indonesia.
Sampai dengan saat ini belum ada yang mampu memecahkan rekor Houtman masuk sebagai OB pensiun sebagai
Vice President, dan hanya berpendidikan SMA. Houtman pun kini pensiun dengan berbagai jabatan pernah
diembannya, menjadi staf ahli citibank asia pasifik, menjadi penasehat keuangan salah satu gubernur, menjabat CEO
di berbagai perusahaan dan menjadi inspirator bagi banyak orang .
(Kisah Nyata Houtman Zainal Arifin, disampaikan dalam training Leadership bank Syariah Mandiri)
menakjubkan. Dialah Houtman Zainal Arifin, seorang pedagang asongan, anak jalanan, Office Boy yang kemudian
menjadi Vice President Citibank di Indonesia. Sebuah jabatan Nomor 1 di Indonesia karena Presiden Direktur Citibank
sendiri berada di USA. Tepatnya 10 Juni 2010, saya berkesempatan bertemu pak Houtman. Kala itu saya sedang
mengikuti training leadership yang diadakan oleh kantor saya, Bank Syariah Mandiri di Hotel Treva International,
Jakarta. Selama satu minggu saya memperoleh pelatihan yang luar biasa mencerahkan, salah satu nya saya peroleh
dari Pak Houtman. Berikut kisah inspirasinya:
Sekitar tahun 60an Houtman memulai karirnya sebagai perantau, berangkat dari desa ke jalanan Ibukota. Merantau
dari kampung dengan penuh impian dan harapan, Houtman remaja berangkat ke Jakarta. Di Jakarta ternyata Houtman
harus menerima kenyataan bahwa kehidupan ibukota ternyata sangat keras dan tidak mudah. Tidak ada pilihan bagi
seorang lulusan SMA di Jakarta, pekerjaan tidak mudah diperoleh. Houtman pun memilih bertahan hidup dengan
profesi sebagai pedagang asongan, dari jalan raya ke kolong jembatan kemudian ke lampu merah menjajakan
dagangannya.
Tetapi kondisi seperti ini tidak membuat Houtman kehilangan cita-cita dan impian. Suatu ketika Houtman beristirahat di
sebuah kolong jembatan, dia memperhatikan kendaran-kendaraan mewah yang berseliweran di jalan Jakarta. Para
penumpang mobil tersebut berpakaian rapih, keren dan berdasi. Houtman remaja pun ingin seperti mereka,
mengendarai kendaraan berpendingin, berpakaian necis dan tentu saja memiliki uang yang banyak. Saat itu juga
Houtman menggantungkan cita-citanya setinggi langit, sebuah cita-cita dan tekad diazamkan dalam hatinya.
Azam atau tekad yang kuat dari Houtman telah membuatnya ingin segera merubah nasib. Tanpa menunggu waktu
lama Houtman segera memulai mengirimkan lamaran kerja ke setiap gedung bertingkat yang dia ketahui. Bila ada
gedung yang menurutnya bagus maka pasti dengan segera dikirimkannya sebuah lamaran kerja. Houtman
menyisihkan setiap keuntungan yang diperolehnya dari berdagang asongan digunakan untuk membiayai lamaran
kerja.
Sampai suatu saat Houtman mendapat panggilan kerja dari sebuah perusahaan yang sangat terkenal dan terkemuka
di Dunia, The First National City Bank (citibank), sebuah bank bonafid dari USA. Houtman pun diterima bekerja sebagai
seorang Office Boy. Sebuah jabatan paling dasar, paling bawah dalam sebuah hierarki organisasi dengan tugas
utama membersihkan ruangan kantor, wc, ruang kerja dan ruangan lainnya.
Tapi Houtman tetap bangga dengan jabatannya, dia tidak menampik pekerjaan. Diterimanyalah jabatan tersebut
dengan sebuah cita-cita yang tinggi. Houtman percaya bahwa nasib akan berubah sehingga tanpa disadarinya
Houtman telah membuka pintu masa depan menjadi orang yang berbeda.
Sebagai Office Boy Houtman selalu mengerjakan tugas dan pekerjaannya dengan baik. Terkadang dia rela membantu
para staf dengan sukarela. Selepas sore saat seluruh pekerjaan telah usai Houtman berusaha menambah
pengetahuan dengan bertanya tanya kepada para pegawai. Dia bertanya mengenai istilah istilah bank yang rumit,
walaupun terkadang saat bertanya dia menjadi bahan tertawaan atau sang staf mengernyitkan dahinya. Mungkin
dalam benak pegawai ”ngapain nih OB nanya-nanya istilah bank segala, kayak ngerti aja”. Sampai akhirnya Houtman
sedikit demi sedikit familiar dengan dengan istilah bank seperti Letter of Credit, Bank Garansi, Transfer, Kliring, dll.
Suatu saat Houtman tertegun dengan sebuah mesin yang dapat menduplikasi dokumen (saat ini dikenal dengan mesin
photo copy). Ketika itu mesin foto kopi sangatlah langka, hanya perusahaan perusahaan tertentu lah yang memiliki
mesin tersebut dan diperlukan seorang petugas khusus untuk mengoperasikannya. Setiap selesai pekerjaan setelah
jam 4 sore Houtman sering mengunjungi mesin tersebut dan minta kepada petugas foto kopi untuk mengajarinya.
Houtman pun akhirnya mahir mengoperasikan mesin foto kopi, dan tanpa di sadarinya pintu pertama masa depan
terbuka. Pada suatu hari petugas mesin foto kopi itu berhalangan dan praktis hanya Houtman yang bisa
menggantikannya, sejak itu pula Houtman resmi naik jabatan dari OB sebagai Tukang Foto Kopi.
Menjadi tukang foto kopi merupakan sebuah prestasi bagi Houtman, tetapi Houtman tidak cepat berpuas diri. Disela-
sela kesibukannya Houtman terus menambah pengetahuan dan minat akan bidang lain. Houtman tertegun melihat
salah seorang staf memiliki setumpuk pekerjaan di mejanya. Houtman pun menawarkan bantuan kepada staf tersebut
hingga membuat sang staf tertegun. “bener nih lo mo mau bantuin gua” begitu Houtman mengenang ucapan sang
staff dulu. “iya bener saya mau bantu, sekalian nambah ilmu” begitu Houtman menjawab. “Tapi hati-hati ya ngga boleh
salah, kalau salah tanggungjawab lo, bisa dipecat lo”, sang staff mewanti-wanti dengan keras. Akhirnya Houtman
diberi setumpuk dokumen, tugas dia adalah membubuhkan stempel pada Cek, Bilyet Giro dan dokumen lainnya pada
kolom tertentu. Stempel tersebut harus berada di dalam kolom tidak boleh menyimpang atau keluar kolom. Alhasil
Houtman membutuhkan waktu berjam-jam untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut karena dia sangat berhati-hati
sekali. Selama mengerjakan tugas tersebut Houtman tidak sekedar mencap, tapi dia membaca dan mempelajari
dokumen yang ada. Akibatnya Houtman sedikit demi sedikit memahami berbagai istilah dan teknis perbankan. Kelak
pengetahuannya ini membawa Houtman kepada jabatan yang tidak pernah diduganya.
Houtman cepat menguasai berbagai pekerjaan yang diberikan dan selalu mengerjakan seluruh tugasnya dengan baik.
Dia pun ringan tangan untuk membantu orang lain, para staff dan atasannya. Sehingga para staff pun tidak segan
untuk membagi ilmu kepadanya. Sampai suatu saat pejabat di Citibank mengangkatnya menjadi pegawai bank karena
prestasi dan kompetensi yang dimilikinya, padahal Houtman hanyalah lulusan SMA.
Peristiwa pengangkatan Houtman menjadi pegawai Bank menjadi berita luar biasa heboh dan kontroversial.
Bagaimana bisa seorang OB menjadi staff, bahkan rekan sesama OB mencibir Houtman sebagai orang yang tidak
konsisten. Houtman dianggap tidak konsisten dengan tugasnya, “jika masuk OB, ya pensiun harus OB juga” begitu
rekan sesama OB menggugat.
Houtman tidak patah semangat, dicibir teman-teman bahkan rekan sesama staf pun tidak membuat goyah. Houtman
terus mengasah keterampilan dan berbagi membantu rekan kerjanya yang lain. Hanya membantulah yang bisa
diberikan oleh Houtman, karena materi tidak ia miliki. Houtman tidak pernah lama dalam memegang suatu jabatan, sama
seperti ketika menjadi OB yang haus akan ilmu baru. Houtman selalu mencoba tantangan dan pekerjaan baru.
Sehingga karir Houtman melesat bak panah meninggalkan rekan sesama OB bahkan staff yang mengajarinya tentang
istilah bank.
19 tahun kemudian sejak Houtman masuk sebagai Office Boy di The First National City Bank, Houtman mencapai
jabatan tertingginya yaitu Vice President. Sebuah jabatan puncak citibank di Indonesia. Jabatan tertinggi citibank
sendiri berada di USA yaitu Presiden Director yang tidak mungkin dijabat oleh orang Indonesia.
Sampai dengan saat ini belum ada yang mampu memecahkan rekor Houtman masuk sebagai OB pensiun sebagai
Vice President, dan hanya berpendidikan SMA. Houtman pun kini pensiun dengan berbagai jabatan pernah
diembannya, menjadi staf ahli citibank asia pasifik, menjadi penasehat keuangan salah satu gubernur, menjabat CEO
di berbagai perusahaan dan menjadi inspirator bagi banyak orang .
(Kisah Nyata Houtman Zainal Arifin, disampaikan dalam training Leadership bank Syariah Mandiri)
Label:
Kisah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Blog Archive
-
▼
2010
(53)
-
▼
Juli
(16)
- Akibat Penganiayaan
- Cara Kerja Dhcp
- Kefadholan Perempuan
- Karena Aku Lelaki
- Cinta dalam sudut pandang ilmiah
- Ciri Ciri Orang Yang mencintaimu
- Nasehat Bagi Calon Keluarga dan Keluarga Muslim
- Kisah Nyata, Dari Seorang OB sampai menjadi Vice P...
- Dimanakah Sta'labah Sekarang
- Anak Kucing
- Abu Nawas Dan Sapi Yang Pandai Bicara
- Tips Mempercantik Mading
- Pantun Lucu
- Cinta
- Macam-macam kode rahasia handphone
- Sepuluh tips untuk membantu kamu dalam mengerjakan...
-
▼
Juli
(16)
0 komentar:
Posting Komentar